Warteg Boyz mengangkat dialek lokal dalam musiknya, dan mengajak pendengar untuk bersenang-senang
Suatu hari, Bongky Marcel terlibat pembicaraan dengan seorang tukang ojek di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. "Bang, buatkan lagu Jawa dong," kata si tukang ojek dengan logat Jawa yang sangat kental. Ucapan si tukang ojek itu seperti langsung menyengat dan seko-nyong-konyong timbul inspirasi di benak Bongky. Lantas, dia pun menyuruh si tukang ojek diam di tempat dan memberinya uang sebesar penghasilannya dalam sehari. Sambil melihat wajah si tukang ojek, inspirasi terus mengalir sehingga lahirlah lagu berjudul "Okelah Kalau Begitu" dengan nama kelompok musik Warteg Boyz -- judul itu diambil Bongky dari perkataan yang sering diucapkan seorang operator studio rekaman. Bongky membuat musik dan bernyanyi, atau lebih tepatnya menjadi rapper dengan logat Tegal. Musiknya sedikit hip hop yang dicampur sari dengan bunyi-bunyian musik tradisional plus lirik yang mengundang senyum. Lantas, "Okelah Kalau Begitu" terdengar di film D`Bijis (2007) dalam adegan di sebuah disko dangdut. Beberapa bulan setelah film itu turun, lagu "Okelah Kalau Begitu" beredar di dunia maya hingga akhirnya tahun 2009 muncul dalam iklan operator telepon 3. Kemunculan "Okelah Kalau Begitu" dalam iklan menjadi pemicu pada munculnya permintaan Warteg Boyz untuk manggung.
Di saat bingung memikirkan bagaimana cara menampilkan Warteg Boyz, Agus datang berkunjung ke rumah Bongky setelah dua tahun tak bertemu. Melihat muka Agus, Bongky seperti mendapat solusi. "Mukanya ngunci, kata Bongky sambil tertawa. Satu yang diminta Bongky pada Agus adalah untuk bersikap ngehe atau slenge`an, berani tampil di segala medan. Agus ialah teman lama Bongky yang juga sudah lama bergaul di komunitas Potlot. Lantas Bongky mengajak seorang kawan lagi: Ari. Dan mereka pun membuat klip "Okelah Kalau Begitu." Ketika klip itu akhirnya diputar di televisi, permintaan tampil datang. Dan resmilah Warteg Boyz menjadi kelompok musik dengan formasi DJ Bongky (creator), Agus Jokaw (vokalis), dan Ari D`Gundals (vokalis). Agus menyebut tanggal 12 November 2009 sebagai lahirnya Warteg Boyz dalam format trio. "Warteg ada di mana-mana dan kami semua adalah orang-orang pekerja," kata Bongky soal makna filosofis nama mereka.
Seiring dengan banyaknya permintaan manggung di televisi, tawaran dari perusahaan rekaman pun berdatangan. Dari sekian banyak yang meminta, penawaran dari Seven Music yang paling cocok sehingga akhirnya mereka bisa merilis mini album Warnasindo. Proses pembuatan lagu, merekam, mixing dan mastering dilakukan hanya dalam waktu tujuh hari. Semua berjalan dengan cepat dan lancar. Bongky memasang metronom, memilih ketukan yang tepat, lalu tiga orang memegang mikrofon masing-masing dan berceloteh sesuai tema yang sudah dipilih. Tak ada lirik yang ditulis terlebih dulu di kertas, lirik yang dirasa cocok akhirnya direkam hingga kemudian disusun menjadi sebuah lagu. Semua bunyi-bunyian di album ini dikerjakan Bongky.
Misi Warteg Boyz ada tiga: membuat orang senang lewat musik, lalu setelah hatinya senang akan membuat pikirannya lebih terbuka, dan jika sudah begitu harapannya akan mencintai Indonesia karena mereka mengangkat dialek-dialek lokal. Konsep seperti itu, kata Bongky, tak bisa maksimal diterapkannya di kelompok musik seperti BIP atau Ray D Sky, misalnya. "Kalau di sini kan musiknya fuse, mencampurkan urban dan native. Penyampaiannya yang rakyat, adanya di konsep ini. Itu sebabnya kedaerahannya diangkat," kata Bongky.
"Timbulkanlah rasa senang dulu baru kita bisa bikin yang bagus," kata Bongky soal proses pembuatan albumnya yang dipenuhi rasa tawa. Jika keadaan sudah terlalu serius, mereka memutuskan untuk rehat dan menunggu suasana kembali segar. "Itu fase saja, kalau dulu masih muda, pemberontak bermain rock, isinya pemberontakan. Masanya established, sudah dewasa, kan lebih te-nang, lebih wise. Setelah wise, cari yang menyenangkan. Ini sesuatu yang menyenangkan orang untuk ditampilkan. Band yang lain menyenangkannya beda, ini menyenangkan lebih umum. Agak humor, ya tampilannya yang bisa menyenangkan orang," kata Bongky.
Soal musik, meskipun dengan nuansa lokal yang kental, mereka menyebut aliran musik Warteg Boyz dengan nama yang cukup canggih: New Wave Music in Native Expression. Tapi mereka keberatan jika disebut band lawak melainkan -- mengutip ucapan Bongky -- musik gembira karena yang disajikan bukan lawakan, hanya bagian dari acara. "Dunia kaum marjinal itu sampai kapanpun ada, jadi kami yakin bisa eksis terus. Dan selama kesenangan itu diberikan terus," kata Bongky.
Suatu hari, Bongky Marcel terlibat pembicaraan dengan seorang tukang ojek di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. "Bang, buatkan lagu Jawa dong," kata si tukang ojek dengan logat Jawa yang sangat kental. Ucapan si tukang ojek itu seperti langsung menyengat dan seko-nyong-konyong timbul inspirasi di benak Bongky. Lantas, dia pun menyuruh si tukang ojek diam di tempat dan memberinya uang sebesar penghasilannya dalam sehari. Sambil melihat wajah si tukang ojek, inspirasi terus mengalir sehingga lahirlah lagu berjudul "Okelah Kalau Begitu" dengan nama kelompok musik Warteg Boyz -- judul itu diambil Bongky dari perkataan yang sering diucapkan seorang operator studio rekaman. Bongky membuat musik dan bernyanyi, atau lebih tepatnya menjadi rapper dengan logat Tegal. Musiknya sedikit hip hop yang dicampur sari dengan bunyi-bunyian musik tradisional plus lirik yang mengundang senyum. Lantas, "Okelah Kalau Begitu" terdengar di film D`Bijis (2007) dalam adegan di sebuah disko dangdut. Beberapa bulan setelah film itu turun, lagu "Okelah Kalau Begitu" beredar di dunia maya hingga akhirnya tahun 2009 muncul dalam iklan operator telepon 3. Kemunculan "Okelah Kalau Begitu" dalam iklan menjadi pemicu pada munculnya permintaan Warteg Boyz untuk manggung.
Di saat bingung memikirkan bagaimana cara menampilkan Warteg Boyz, Agus datang berkunjung ke rumah Bongky setelah dua tahun tak bertemu. Melihat muka Agus, Bongky seperti mendapat solusi. "Mukanya ngunci, kata Bongky sambil tertawa. Satu yang diminta Bongky pada Agus adalah untuk bersikap ngehe atau slenge`an, berani tampil di segala medan. Agus ialah teman lama Bongky yang juga sudah lama bergaul di komunitas Potlot. Lantas Bongky mengajak seorang kawan lagi: Ari. Dan mereka pun membuat klip "Okelah Kalau Begitu." Ketika klip itu akhirnya diputar di televisi, permintaan tampil datang. Dan resmilah Warteg Boyz menjadi kelompok musik dengan formasi DJ Bongky (creator), Agus Jokaw (vokalis), dan Ari D`Gundals (vokalis). Agus menyebut tanggal 12 November 2009 sebagai lahirnya Warteg Boyz dalam format trio. "Warteg ada di mana-mana dan kami semua adalah orang-orang pekerja," kata Bongky soal makna filosofis nama mereka.
Seiring dengan banyaknya permintaan manggung di televisi, tawaran dari perusahaan rekaman pun berdatangan. Dari sekian banyak yang meminta, penawaran dari Seven Music yang paling cocok sehingga akhirnya mereka bisa merilis mini album Warnasindo. Proses pembuatan lagu, merekam, mixing dan mastering dilakukan hanya dalam waktu tujuh hari. Semua berjalan dengan cepat dan lancar. Bongky memasang metronom, memilih ketukan yang tepat, lalu tiga orang memegang mikrofon masing-masing dan berceloteh sesuai tema yang sudah dipilih. Tak ada lirik yang ditulis terlebih dulu di kertas, lirik yang dirasa cocok akhirnya direkam hingga kemudian disusun menjadi sebuah lagu. Semua bunyi-bunyian di album ini dikerjakan Bongky.
Misi Warteg Boyz ada tiga: membuat orang senang lewat musik, lalu setelah hatinya senang akan membuat pikirannya lebih terbuka, dan jika sudah begitu harapannya akan mencintai Indonesia karena mereka mengangkat dialek-dialek lokal. Konsep seperti itu, kata Bongky, tak bisa maksimal diterapkannya di kelompok musik seperti BIP atau Ray D Sky, misalnya. "Kalau di sini kan musiknya fuse, mencampurkan urban dan native. Penyampaiannya yang rakyat, adanya di konsep ini. Itu sebabnya kedaerahannya diangkat," kata Bongky.
"Timbulkanlah rasa senang dulu baru kita bisa bikin yang bagus," kata Bongky soal proses pembuatan albumnya yang dipenuhi rasa tawa. Jika keadaan sudah terlalu serius, mereka memutuskan untuk rehat dan menunggu suasana kembali segar. "Itu fase saja, kalau dulu masih muda, pemberontak bermain rock, isinya pemberontakan. Masanya established, sudah dewasa, kan lebih te-nang, lebih wise. Setelah wise, cari yang menyenangkan. Ini sesuatu yang menyenangkan orang untuk ditampilkan. Band yang lain menyenangkannya beda, ini menyenangkan lebih umum. Agak humor, ya tampilannya yang bisa menyenangkan orang," kata Bongky.
Soal musik, meskipun dengan nuansa lokal yang kental, mereka menyebut aliran musik Warteg Boyz dengan nama yang cukup canggih: New Wave Music in Native Expression. Tapi mereka keberatan jika disebut band lawak melainkan -- mengutip ucapan Bongky -- musik gembira karena yang disajikan bukan lawakan, hanya bagian dari acara. "Dunia kaum marjinal itu sampai kapanpun ada, jadi kami yakin bisa eksis terus. Dan selama kesenangan itu diberikan terus," kata Bongky.