Konser 30 Tahun Kerajaan Rock Log Zhelebour

Tigapuluh tahun lalu-tepatnya 30 Agustus 1980—pemain drum Superkid, Jelly Tobing terse-ngat listrik dan tersungkur di panggung saat tampil bersama rekan satu bandnya, Deddy Dores dan Deddy Stanzah (kini almarhum) di Stadion Tambak Sari, Surabaya, Jawa Timur. Tiga puluh tahun juga telah berlalu sejak SAS menjadi headliner konser musik bertajuk Rock Power yang diselenggarakan untuk pertama kalinya oleh kaisar bisnis rock nasional, Log Zhelebour.

Ada yang membuat merinding saat menyaksikan secara langsung Arthur Kaunang, pemain bas/pemain keyboard SAS, menghidupkan kembali “Baby Rock” pada Minggu (3/10) malam lalu di tempat yang sama. Meski tanpa kehadiran gitaris Soenata Tanjung dan pemain dum Syech Abidin, Arthur yang malam itu dibantu oleh putranya Mecko Kaunang pada gitar dan Ikmal Tobing, putra Jelly Tobing pada drum, masih mampu membuat nomor legendaris SAS itu terasa sakral. Apalagi ternyata di usianya yang 61 tahun Arthur belum lupa bagaimana cara meleng-kingkan suaranya. Sama halnya pula ketika Jelly Tobing—yang malam itu memegang bas—dan Deddy Dores membawakan lagu “Cemburu” dengan bersemangat.
Stadion Tambak Sari hari itu sekali lagi menjadi saksi bisu dari kesaktian salah satu gegar budaya yang dimiliki negeri ini namun kerap kali disalahpahami: musik rock. Dari sedikit yang peduli, Log Zhelebour adalah salah satu pejuangnya. 3rd Decade Log For Rock—begitu pertunjukan musik hari itu ia namakan—selain sebagai perayaan dari tiga puluh tahun kiprahnya di industri musik rock Indonesia, sekaligus menjadi ajang pembuktian bahwa ia masih tetap setia di jalur ini.

Memulai kiprahnya dengan menjadi promotor malam disko di akhir dekade ’70-an, Log Zhelebour yang aslinya bernama Oeng Oen Log (51 tahun) adalah salah seorang dari sedikit saja pebisnis musik rock di tanah air. Selama 30 tahun berada di jalur musik keras ini, kontribusi dan dedikasi Log tak pernah padam. Ia adalah tokoh di balik kesuksesan lady rocker seperti Ita Purnamasari, Mel Shandy, Nicky Astria dan sebagainya. Bersama Festival Musik Rock Se-Indonesia yang telah digelar sebelas kali sejak 1984, ia sukses mengorbitkan Power Metal, Elpamas, Kaisar, Boomerang, Jamrud serta masih banyak lagi lainnya.

Kerajaan bisnis rocknya antara lain meliputi Logiss Records, Log Sound, Log Lightings, Log Artist Management hingga Log Show Promoter yang sempat menghadirkan konser Sepultura (1992), Mr. Big, White Lion hingga Skid Row di Surabaya. Tak berlebihan rasanya jika menyebutnyasebagai aktor intelektual di balik julukan ”Surabaya Barometer Kota Rock” adalah berkat peran besar Log Zhelebour. 
Minggu malam itu diperkirakan hampir sepuluh ribu orang datang ke Surabaya hanya untuk menyaksikan konser reuni nan bersejarah tersebut. Me-reka yang datang sebagai rocker disambut spanduk besar yang membentang di depan pintu masuk: “Welcome Indonesian Rock People.” Di dalam stadion juga terdapat dua panggung megah berdiri berdampingan. Meski pada akhirnya dua panggung tersebut tidak pernah difungsikan secara bersamaan, melainkan bergantian, tapi efektif untuk menyunat waktu jeda membosankan yang biasanya setia hadir di konser-konser lainnya.
Stadion legendaris yang diresmikan mantan presiden Soeharto di tahun 1969 itu tidak tampak terlalu padat pada siang harinya. Padahal acara dimulai pukul satu siang dengan menampilkan band-band yang sebagian namanya sudah cukup dikenal baik di kalangan penggemar rock skala nasional, seperti Endank Soekamti, Kalingga, Macan atau Kobe. Jumlah penonton baru bertambah signifikan ketika hari mulai gelap, bertepatan dengan tampilnya U9, salah satu alumnus Festival Rock Se-Indonesia yang gitarisnya adalah John Paul Ivan (mantan Boomerang) membawakan nomor legendaris God Bless, “Kehidupan”.

Gegap gempita semakin bertambah ketika Elpamas tampil di panggung kanan. Penampak-an vokalis Doddy Katamsi dan gitaris Toto Tewel yang menye-rupai angka sepuluh itu membuat mereka mudah dikenali. Elpamas membawakan lima lagu malam itu: “Jejak Jejak”, “Tato”, “Alamku”, “Brutal” dan tentu saja “Pak Tua”—single mereka dari tahun 1991 yang paling dikenal oleh penonton.

Usai menyaksikan Elpamas, sebagian penonton bergeser ke panggung kiri untuk me-nyaksikan Grass Rock. Pemain gitar Eddie Kemput masih ada di sana—meski ia terlihat cenderung menghindar dari spotlight sehingga membuat dirinya sulit dikenali. Membawakan beberapa lagu, termasuk “Anak Rembulan” dan “Gadis Tersesat” yang catchy, Grass Rock dengan vokalis baru tampaknya tidak terlalu berhasil untuk mengajak crowd bernostalgia.

Power Metal memperoleh antusiasme yang meriah. Rak-yat rock Surabaya sepertinya memang selalu merindukan kemunculan band pemenang Festival Rock se-Indonesia V ciptaan Log Zhelebour ini. Sejak vokalis Arul Efansyah muncul ke muka panggung, ribuan penonton sudah terlihat mengangkat salam tiga jari dan dua jari mereka ke udara dengan garangnya. Power Metal tak ingin kalah garang dengan rak-yatnya, membuka penampilan dengan lagu “Serigala Malam” yang menghentak.

Panggung Power Metal sempat dipercantik oleh penampil-an lady rocker legendaris Mel Shandy. Penyanyi perempuan dengan tipikal suara serak dan melengking ini diiringi Power Metal membawakan tiga lagu yang pernah melesatkan namanya: “Ulah Tuan & Nona”, “Bianglala”, dan “Nyanyian Badai”. Sebagai penutup, Arul kembali naik ke panggung. Bersama Mel Shandy ia berduet di lagu “Timur Tragedi”.
Setelah terlebih dahulu flashback ke era akhir ‘70-an bersama Superkid dan SAS, barulah penonton dibakar lagi adrenalinnya oleh dua band dengan ribuan penggemar setianya: Jamrud dan Boomerang.

Jamrud, yang tampil lebih dulu di panggung kanan, ternya-ta tidak kehilangan pamor tanpa Krisyanto. Bersama vokalis baru Donal, Jamrud membuka penampilan dengan lagu “Ayam Jago” dari album perdana mereka Nekad. Tapi sepertinya Donal belum bisa menemukan karakternya sendiri dalam menyanyikan lagu-lagu yang sudah terlalu identik dengan vokal Krisyanto.

“Album baru ini kan saya masih pakai lagu lama. Otomatis kuping saya atau kuping Jammers (julukan penggemar Jamrud) tetap masih terbawa ke vokalis yang lama. Tapi nanti kalau kami mengeluarkan album baru, nah di situlah pembentukan dia. Bagus atau tidak bagus, itulah suara dia. Jadi sudah nggak ada bayangan-bayangan lagu lama. Sekarang kalau bawain lagu lama seperti ‘Putri’ ya mau tidak mau dia bikin seperti yang lama,” kata gitaris Aziz MS kepada Rolling Stone pada salah satu sesi wawancara.

“[Musik Jamrud] akan lebih metalcore. Lebih banyak scream, growl. Tapi tetap ’bernyanyi’. Hardcorenya pun lebih dibuat kencang,” jawab Aziz ketika ditanya akan seperti apa musik Jamrud dengan karakter vokal Donal sebenarnya.
Untuk mengobati kerinduan penggemar Krisyanto, malam itu dihadirkan pula mantan vokalis Jamrud itu untuk jamming bersama Jamrud. Sukar dipungkiri, penyanyi yang kini berkarier solo itu masih memiliki kharisma yang kuat. Me-nyanyikan lagu-lagu seperti “Viva Jammer”, “Asal British”, “Tuan Penjahat”, “Selamat Ulang Tahun” dan “Terima Kasih”, Krisyanto membuktikan bahwa dirinya masih dicintai oleh pada Jammers yang hadir malam itu.

Sementara para Boomers yang sudah siap di depan panggung sebelah kiri seperti sudah tak sabar menyaksikan penampilan idolanya. Sejak sebelum penampilan Jamrud dan Krisyanto usai, terdengar suara mereka memanggil-manggil nama band kebanggaan Surabaya tersebut.
“Boomerang!”
“Boomerang!”
“Boomerang!”
Akhirnya tampil juga band yang digawangi oleh vokalis Roy Jeconiah, pemain bas Hubert Henry, pemain drum Farid Martin, dan gitaris Andry Franzzy itu. Mereka membawakan cukup banyak lagu malam itu. Di antaranya “Suara Jalanan”, “Larantuka”, “Bawalah Aku”, dan “Pelangi”. Sempat terjadi anti-klimaks pada penampilan Boomerang. Penonton meneriakkan secara berulang kali nama mantan gitaris Boomerang yang hengkang tahun 2005 silam.

Pada rundown acara memang tertulis bahwa Boomerang malam itu akan tampil bersama John Paul Ivan. Tapi nyatanya hingga Boomerang menutup penampilannya dan turun dari panggung, gitaris berambut keriwil itu tidak pernah muncul di atas sana.
“Penampilan bareng Ivan sebetulnya belum disepakati,” kata Roy Jeconiah kepada Rolling Stone seusai acara. “Kami juga tidak tahu kenapa di rundown masih ada pemberitahuan Boomerang featuring Ivan.”

Penampilan Boomerang menutup konser musik perayaan 30 dekade peran Log Zhelebour bagi perkembangan musik rock nasional. Di tengah vakumnya kompetisi musik rock a la Log, konser ini tak ayal menjadi semacam oase di tengah tandusnya gurun pasir bagi pecinta musik rock di Surabaya. Lalu akankah Festival Rock Se-Indonesia versi Log Zhelebour yang dulu membuat Surabaya sampai dijuluki Kota Rock digelar kembali?
“Mungkin tahun depanlah. Sebetulnya acara ini untuk memberikan spirit kepada kru-kru yang sudah lama tidak aktif. Supaya mereka ada spirit lagi untuk bekerja,” pungkas Log Zhelebour.

Share Artikel ini ke teman-temanmu

Lihat Artikel Lainnya disini