Indosat Persembahkan Ajang Penghargaan Musik yang Berbeda

 

 Nominatornya akan dipilih berdasarkan airplay di 200 stasiun radio sejak awal tahun 2010 ini.
 
“Kami sebut ini ajang apresiasi musik yang beda. Tentu saja kami harus mempertanggung jawabkan kata beda tersebut,” buka Tantowi Yahya, presenter terkenal dan mantan penyanyi country yang kini anggota DPR-RI itu, pada konferensi pers ‘Apresiasi untuk Negeri’ yang berlangsung di Ritz Carlton, Jakarta, Minggu (21/11). Pembicaraan Tantowi mengacu pada sebuah ajang penghargaan untuk insan musik Indonesia selenggaraan Indosat: Indosat Award. Dalam ajang tersebut dirinya dilibatkan sebagai mitra kreatif.
 
Perbedaan Indosat Award dengan ajang serupa lain, seperti yang tertulis pada siaran persnya, akan melibatkan radio-radio yang tersebar di seluruh Indonesia. Penerimanya terpilih berdasarkan jumlah penayangan lagu atau airplay di 200 stasiun radio—baik itu radio FM maupun AM—yang bervariasi kecenderungan genre musik, segmen pendengar dan wilayah siarannya. Sistem ini, menurut Tantowi Yahya, berkiblat pada Billboard Music Award di Amerika Serikat. Di mana penerima penghargaan adalah lagu yang paling banyak diputar di radio dalam periode satu tahun, Januari sampai Desember.
 
Data yang terkumpul dari semua radio itu kemudian akan ditentukan 100 lagu terpopuler tanpa membedakan genre terlebih dahulu. 100 lagu itu selanjutnya akan diserahkan kepada Tim Kategorisasi yang terdiri dari tokoh-tokoh musik, musisi-musisi berpengalaman dan pengamat musik Indonesia. “Bisa kami sebut di antaranya adalah Yovie Widianto, Ridho Slank, Noe Java Jive, Andy Julias, Roy Boomerang, Frans Sartono Kompas, Bens Leo dan beberapa nama lagi,” terang Tantowi.
 
Lagu-lagu itu kemudian akan disusun menjadi daftar nominasi beserta kategori penghargaannya yang akan diumumkan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat juga dapat memberikan dukungan kepada musisi idolanya selama masa antara pengumuman nominasi dan malam penganugerahan. “Jadi sebagaimana biasanya, lagu-lagu itu akan dimasukkan ke rumah-rumahnya. Ada dangdut, alternatif, rock, R&B dan lain-lain,” papar Tantowi. “Kalau country nggak ada karena penyanyinya sudah pensiun,” guraunya yang disambut gelak tawa para wartawan.
 
Tantowi tidak mengelak anggapan industri penyiaran di Indonesia didominasi oleh genre pop. Menurutnya, musik pop adalah potret dari industri musik di Indonesia. Tapi ia tidak khawatir bahwa award ini hanya akan diraih oleh musisi pop. Karena menurut hematnya semua lagu memiliki kecenderungannya masing-masing. “Misalnya R&B nya yang pekat, kita akan masukkan ke R&B. Kemudian agak pekat rock nya, kita akan masukkan ke rock. Kita akan pecah-pecah sesuai dengan itu,” jelasnya.
 
Terlibat aktifnya radio-radio AM dalam mengumpulkan data airplay, bagi Tantowi, adalah sesuatu yang penting. Karena dengan itu lagu-lagu yang penggemarnya banyak tersebar di daerah-daerah, seperti lagu dangdut atau musik tradisional, bisa ikut terjaring juga. “Kita juga tidak membedakan band major label dan indie label. Jadi bisa saja pemenangnya nanti adalah kombinasi antara major dan indie,” tambah Tantowi. “Jadi kalau memang tahun 2010 ini lebih didominasi oleh band-band indie, ya maka akan terefleksi dengan baik pada saat kami umumkan 2011 nanti.”
 
Untuk kategori penghargaannya sendiri akan dibagi ke dalam empat kelompok. Yakni lagu dan album terpopuler berdasarkan airplay di 200 stasiun radio, artis terpopuler melalui SMS, lagu yang paling banyak didownload melalui RBT, dan Special Awards yang ditentukan oleh Tim Juri yang akan dibentuk. “Tim lain juga sudah dibentuk untuk menentukan penerima Special Awards. Dan nama-namanya bisa dipastikan bukan nama-nama yang sama dengan Tim Kategorisasi tadi,” jelas Tantowi lagi.
 
Perbedaan lainnya, menurut Tantowi, award ini akan diselenggarakan dengan tampilan eksklusif dan berkelas di tempat tertutup dengan undangan terbatas. “Kami ingin mengatakan bahwa musisi Indonesia sudah sepantasnya tampil pada panggung berbeda. Setting-nya dinner dan black jacket,” kata Tantowi. “Jadi kita benar-benar bikin Oscar-nya untuk musik Indonesia.”
 
Menurut Tantowi lagi, panggung Indosat Award tidak dibatasi untuk artis yang sedang populer saja. “Atau istilahnya kalau di televisi itu artisnya Nielsen, bandnya Nielsen. Band yang ratingnya sedang tinggi maka dia yang akan tampil, ini yang sulit membedakan satu pertunjukan dengan pertunjukan lainnya baik di layar televisi maupun di off-air,” sindirnya. “Bagaimana dengan mereka yang masih mempunyai nama besar tapi tidak mempunyai album atau hits? Seperti KLa Project, Java Jive, dan beberapa artis lagi. Tidak mungkin mereka ada kesempatan buat tampil. Ini adalah panggung buat mereka.”
 
Malam penganugerahan Indosat Award rencananya akan dilangsungkan pada bulan Februari 2011 mendatang. Ajang ini sekaligus merupakan perayaan 43 tahun perusahaan penyedia layanan telekomunikasi yang berada di jajaran terbesar itu. Ketika ditanya kenapa acara seperti ini baru diadakan setelah 43 tahun berdiri, Harry Sasongko, President Director & CEO Indosat menjawab, “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.”
 
Harry juga tidak menampik kenyataan bahwasanya industri musik sudah mewarnai bisnis telekomunikasi dengan sedemikian intensnya. Indikasinya adalah, menurut Harry, Nada Dering dan Nada Sambung Pribadi kini sudah menjadi gaya hidup bagi generasi muda masa kini. “Kita bukan datang dari industri televisi, kita bukan datang dari industri penyiaran. Kita adalah operator,” lanjut Harry, “Kami berharap dengan inisiatif kami ini dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan termasuk generasi muda Indonesia.” (Rolling Stones Indonesia)

Djakarta Artmosphere 2010: Tua atau Muda, Keduanya Beda dan Berbahaya






Musisi intas generasi dan lintas genre tampil sepanggung dalam konser persembahan G Production.

Pada Sabtu (20/11) lalu, ada dua ucapan singkat dari atas panggung di Katika Expo, Balai Kartini, Jakarta yang bisa langsung menjelaskan tujuan dari acara Djakartartmosphere dengan tepat.
Pertama dari mulut frontman Gugun Blues Shelter, Muhammad Gunawan, yang berkata, "Di Djakartartmosphere, gua bisa satu panggung dengan musisi-musisi yang lagu-lagunya gua pelajari pas gua masih SD."
Kedua dari Gede Roby Supriyanto, vokalis/gitaris Navicula, yang berkata, "Gua mendukung acara ini dari tahun lalu. Satu hal yang sangat payah dari industri musik Indonesia adalah sistem filing-nya. Dan acara ini cukup membantu masalah tersebut."
Ya, Djakartartmosphere adalah sebuah acara yang menjembatani dua generasi dan bertujuan untuk menarik minat anak muda terhadap musik-musik lawas Indonesia dan sebaliknya, menarik minat orang-orang yang lebih tua terhadap musik-musik Indonesia yang tergolong baru. Dengan kata lain, Djakartartmosphere adalah sebuah cara baru di industri musik Indonesia untuk menggali lebih dalam musik-musik tanah air yang orisinil dan berkualitas. Konsep ini sudah melekat sejak Djakartartmosphere diadakan untuk pertama kalinya pada tahun 2009 lalu yang bertajuk "Egaliter" dan menampilkan kolaborasi-kolaborasi dari Doel Sumbang dengan Efek Rumah Kaca, Fariz RM dan Oele Pattiselanno dengan White Shoes and the Couples Company, Ebiet G. Ade dengan Sore, sampai Vina Panduwinata dengan Tika and the Dissidents.
Untuk tahun ini, Djakartartmosphere hadir dengan tajuk "Lintas Kreasi, Lintas Generasi" dan menampilkan musisi-musisi berkualitas dengan fanbase yang tak perlu diragukan lagi.
Djakartartmosphere 2010 resmi dibuka dengan "Irish Girl" dari The Trees and the Wild yang langsung membuat para wanita di Balai Kartini berteriak histeris. Sound dan tata lampu yang jempolan membuat lagu "Irish Girl" yang renyah ini menjadi semakin sedap untuk dinikmati.
Pengusung musik retro pop asal Kota Kembang, Mocca, menjadi penampil berikutnya dengan membawakan dua buah lagu manis yang  masing-masing berjudul "Butterflies in My Tummy" dan "Lucky Me". Mereka bermain dengan sangat prima, terutama Riko Prayitno, sang gitaris, yang tak henti-hentinya bergerak dengan olah tubuh yang terkesan cool dan bowler hat di kepala.
Berikutnya giliran Bonita and the Hus Band untuk memamerkan musik soulful mereka lengkap dengan suara emas dari yang keluar dari mulut Bonita. Walaupun suara monitor yang terlalu kecil sempat beberapa kali mengganggu Bonita, mereka tetap tampil sangat enerjik dengan membawakan sebuah lagu dengan judul "Small Miracles".
Kelar memainkan "Small Miracles", Bonita pun memanggil nama yang sudah tidak asing lagi di telinga. Nama tersebut adalah Oddie Agam, penyanyi dan pencipta lagu yang mengalami masa jayanya di dekade 1980-an.
Oddie Agam sempat memanggil Bonita dengan nama Aretha Franklin dikarenakan kekaguman Oddie Agam terhadap kedahsyatan karakter suara Bonita yang memang menyerupai Aretha Franklin.
Kolaborasi Oddie Agam dengan Bonita and the Hus Band merupakan kolaborasi pertama pada malam itu. Mereka membawakan tembang Oddie Agam yang berjudul "Puncak Asmara". Kolaborasi yang atraktif tersebut terbukti membahagiakan para penonton yang hadir, terlihat dari senyuman yang mengambang di wajah setiap penonton.
“Kini, saya akan berkolaborasi dengan anak-anak dari The Trees and the Wild,” ucap Oddie Agam setelah merampungkan kolaborasinya dengan Bonita and the Hus Band. Proses substitusi pun terjadi di atas panggung. Seraya menunggu kesiapan pihak The Trees and the Wild, Oddie Agam usil memainkan lagu ciptaan Stevie Wonder, “Overjoyed”, untuk merangsang para penonton agar turut bernyanyi. Hal ini terbukti berhasil karena para penonton langsung terangsang untuk turut bernyanyi. Yang lebih menarik, lagu “Overjoyed” ini langsung dimedley dengan lagu ciptaan Oddie Agam yang berjudul “Aku Cinta Padamu”. Tidak berhenti di situ saja, “Aku Cinta Padamu” pun turut dimedley dengan salah satu lagu Oddie Agam yang tersohor, “Antara Anyer dan Jakarta”. Bahkan, sempat terjadi pembauran lagu di mana secara bersamaan vokalis The Trees and the Wild, Remedy Waloni, menyanyikan bait-bait dari lagu “Antara Anyer dan Jakarta” sementara Oddie Agam menyanyikan bait-bait dari lagu “Aku Cinta Padamu”. Senyum yang mengambang di wajah para penonton pun semakin lebar.
Berikutnya, Bonita and the Hus Band kembali menaiki panggung yang diikuti juga oleh Mocca. Kini Oddie Agam, The Trees and the Wild, Bonita and the Hus Band, dan Mocca berada di atas satu panggung. Tanpa basa-basi, “Surat Cintaku” langsung dibawakan oleh kolaborasi ini. Penonton pun semakin sumringah dan langsung turut menyanyikan lagu ini. Lagu andalan Oddie Agam lainnya, “Logika”, menjadi lagu penutup bagi kolaborasi yang aktraktif ini. Penampilan mereka hampir tidak memiliki cela. Semua berjalan dengan sangat mulus.
Leonardo Ringo, sebagai penampil berikutnya, mengemban tugas yang cukup berat untuk menghibur para penonton setelah kolaborasi sebelumnya tampil dengan sangat sukses. Tampil dengan wardrobe yang mengingatkan kita akan dekade 1950-an, Leonardo menghentak dengan “Midnight Hooray” yang memiliki nuansa rockabilly yang kental. Selesai membawakan lagu tersebut dan melihat resepsi dari penonton yang antusias, sepertinya bukanlah hal yang sulit bagi Leonardo Ringo untuk memuaskan para penonton dengan penampilannya. Nama-nama besar di penampil sebelumnya terbukti tidak berpengaruh bagi drummer Zeke and the Popo ini. Dia membawakan lagu-lagunya yang variatif secara aransemen dan lirik ini dengan brilyan. Brass section yang jempolan pun turut mendongkrak penampilan Leonardo Ringo yang kharismatik pada malam itu. Selain “Midnight Hooray”, Leonardo Ringo juga membawakan “Blatant” yang dibantu oleh Mian Tiara, “Something Between My Room and You”, dan juga single pertama dari album Leonardo yang berjudul The Sun, “Insecure”.
“Percaya atau tidak, gua di rumah punya kaset Utha Likamahuwa lengkap,” begitu celotehan Leonardo Ringo sebelum mengundang Utha Likumahuwa untuk bergabung dengannya di atas panggung. Kehadiran Utha Likumahuwa di atas panggung langsung mendorong para penonton yang lebih berumur untuk maju ke barisan depan. Tidak tanggung-tanggung, tiga buah lagu Utha Likumahuwa yang masing-masing berjudul “Esok Kan Masih Ada”, “Sesaat Kau Hadir”, dan “Aku Pasti Datang” serta satu buah lagu dari Leonardo dibawakan oleh kolaborasi ini. Penampilan Utha Likumahuwa pada malam itu sangatlah energetic. Dia berjingkrak ke sana ke mari memanfaatkan ukuran panggung yang cukup luas. Seringkali dia berdiri di bagian depan panggung untuk mendorong penonton agar turut bernyanyi. Dia juga sempat memainkan keyboard seraya tetap mengeluarkan suaranya yang memiliki cirri khas tersendiri. Umur seperti tidak berpengaruh bagi penyanyi berdarah Ambon ini.
Berikutnya giliran Gugun Blues Shelter untuk tampil dengan musik bluesnya yang menghentak, liar, namun terkadang tetap manis. Band yang sedang sering bermain di berbagai macam acara musik ini membawakan tiga buah lagu sendiri, yang salah satunya adalah nomor ballad berjudul “When I See You Again”, sebelum sang vokalis, Muhammad Gunawan, memanggil Sylvia Saartje, yang disebut-sebut sebagai lady rocker pertama di Indonesia. “Jakarta Blue Jeans Ku” yang diciptakan oleh Farid Hardja menjadi lagu pertama dari kolaborasi ini. Sylvia Saartje yang terkenal dengan suaranya yang serak ini memamerkan kemampuan vokalnya dengan membawakan “Geram” dan “Mr. Drifter”. Lengkingan-lengkingan panjang yang dkeluarkan oleh Sylvia Saartje sangatlah prima walaupun wanita ini sudah menginjak umur 53 tahun. Lagi-lagi, usia bukanlah penghalang bagi penampil senior di Djakartartmosphere. Sebuah lagu dari Gugun Blues Shelter yagn berjudul “Turn It On” menjadi lagu penutup kolaborasi yang unik ini.
Navicula, yang menjuluki mereka sendiri dengan sebutan Green Grunge Gentlemen, menjadi penampil berikutnya. Dibuka dengan “Menghitung Mundur”, mereka menunjukkan kualitas sound yang megah. Jika ada penghargaan untuk Sound Terbaik pada malam itu, maka Navicula adalah pihak yang paling tepat untuk mendapatkan penghargaan itu. Lagu mereka yang berbahasa Inggris, “Everyone Goes to Heaven”, sempat dibawakan sebelum mereka menutup penampilan dengan single mereka yang bercerita tentang busuknya kota Jakarta, “Metropolutan”. Gede Roby Supriyanto yang pada sela-sela lagu kerap mengeluarkan orasi yang cukup propagandis, semakin menggila sesaat sebelum dan ketika lagu ini dibawakan. Antusiasme para penonton yang hadir bisa jadi menjadi penyebab kegilaan frontman yang kharismatik ini.
Kini saatnya para suhu rock ‘n roll Indonesia, Godbless, untuk naik ke atas panggung. Aura di dalam ballroom Balai Kartini langsung berubah begitu Achmad Albar (vokalis), Ian Antono (gitaris), Donny Fatah Gagola (bassist), Abadi Soesman (kibordis), dan Yaya Moektio (drummer) telah berada di atas panggung. Keagungan setiap personil Godbless begitu terasa dengan mudah. Tanpa basa-basi, Godbless langsung menghajar para penonton dengan “N.A.T.O.” yang diambil dari album 36th. “Menjilat Matahari”, yang lirik indahnya ditulis oleh Jockie Suryoprayogo ketika masih menjadi kibordis Godbless, dibawakan sebagai lagu kedua. Para fans Godbless yang fanatik turut bernyanyi di sepanjang lagu ini dibawakan. “Anak Adam”, yang ditulis oleh Benny Likumahuwa dan Donny Fatah, menjadi santapan berikutnya.
Tiga lagu sudah dibawakan dan para suhu ini tidak memberikan tanda keletihan. Sebaliknya, mereka justru dengan semangat memanggil Navicula untuk kembali naik ke panggung dan melakukan kolaborasi yang telah ditunggu-tunggu oleh setiap penonton.
Lagu Godbless yang paling dikenal khalayak ramai, “Rumah Kita”, menjadi lagu pertama yang dibawakan oleh kolaborasi yang membunuh ini. “Insan Sesat” dan “Kehidupan”, yang masing-masing terdapat di album Cermin dan Semut Hitam, menyusul susunan lagu yang spektakuler dari kolaborasi ini.
Djakartartmosphere 2010 telah sampai di penghujung acara dan seluruh pengisi acara, mulai dari The Trees and the Wild hingga Utha Likumahuwa, diminta untuk naik ke atas panggung. Intro dari “Semut Hitam” pun berkumandang. Lagu yang megah dan mudah dinyanyikan ini dipilih sebagai lagu penutup untuk Djakartartmosphere kali ini. Lirik repetitif yang berbunyi “Semut hitam… semut hitam… ooo… maju jalan…” dinyanyikan oleh setiap pengisi acara dan dengan mudah merasuki kepala setiap pendengarnya. Sebuah penutupan acara yang tak terlupakan. Tak ketinggalan, percikan api dalam jumlah yang tidak sedikit sempat menyembur dari bibir panggung.
Dengan antusiasme yang begitu gilanya dari pihak penonton maupun pengisi acara, Djakartartmosphere 2010 “Lintas Kreasi, Lintas Generasi” adalah sebuah bukti bahwa yang beda dan berbahaya tidak hanya anak-anak muda, tapi juga orang-orang tua.(rollingstone indonesia)

Film Dokumenter Terbaru Jimi Hendrix

 

DVD dan album live juga akan dirilis.
 
Tahun 2011, sebuah dokumenter Jimi Hendrix ketika melakukan konser di Royal Albert Hall, London pada Februari 1969 akan dirilis. Dokumenter ini akan menampilkan cerita saat Jimi Hendrix melakukan konser di Royal Albert Hall dan potongan kumpulan video tur Eropa.
 
Janie Hendrix adik angkat dari Jimi Hendrix yang kini merupakan CEO dari Henrix Experience, menjelaskan kepada Billboard, “Ada empat kamera yang mengikuti Jimi dan teman-temannya ketika tur Eropa dan ketika konser di Royal Albert Hall. Kalian akan bisa melihat mereka turun dari kereta, mobil, pesawat, penandatanganan, kegiatan backstage Jimi, jam kecil yang dilakukan di apartemen dan juga ketika di Speakeasy.”
 
“Tidak ada aktor di sini. Jimi sendiri yang memainkan dirinya di film dokumenter ini. Dia memang lupa dan tidak sadar bahwa ada  kamera selalu merekam dan mengikuti dirinya. Kalian akan melihat bagaimana seorang Jimi di atas panggung, dibelakang pangggung dan kebaikannya kepada beberapa pacarnya diluar panggung.” ucap Janie. 
 
Janie Hendrix menginginkan dokumenter ini ditembuskan ke layer lebar atau ke Pay-Per-View di TV. Perilisan DVD dan soundtrack yang judulnya direncanakan Two Night Stand untuk dokumenter ini juga sedang dipersiapkan.
 
Selain dokumenter tersebut, Hendrix Experience juga sudah menyiapkan untuk mengenang ulang tahun ke 70 pemain gitar legendaris ini. Sebuah proyek yang kemungkinan merupakan sebuah dokumenter atau rekaman live performance Jimi Hendrix di Miami Pop Festival pada tahun 1968, yang direncanakan akan rilis pada tahun 2012. Rencananya akan ada juga kumpulan rekaman Jimi Hendrix bersama musisi Amerika, Stephen Stills. (RS Indonesia)

Download MP3: Red Hot Chili Peppers

Iron Maiden Final Frontier World Tour


Legenda metal asal Inggris, Iron Maiden telah memperpanjang jadwalnya untuk Final Frontier World Tour. Hal ini dikarenakan respon fans yang sangat positif, Iron Maiden akan perform untuk malam kedua turnya di London 02 Arena pada tanggal 6 Agustus 2011. Berikut jadwal lengkapnya.


Juli

20 - Scotland, Glasgow SECC
21 - Scotland, Aberdeen AECC P&J Arena
23 - England, Newcastle Metro Radio Arena
24 - England, Sheffield Motorpoint Arena
27 - England, Nottingham Trent FM Arena
28 - England, Manchester MEN Arena
31 - England, Birmingham NIA

Agustus

01 - Wales, Cardiff CIA Arena
03 - Northern Ireland, Belfast Odyssey
05 - England, London O2 Arena
06 - England, London O2 Arena

Reservasi tiket untuk tanggal diatas telah tersedia untuk para anggota fan club yang bergerak cepat. Penjualan private akan dibuka sampai jam 9 pagi hari selasa, setelah itu tiket akan dijual bebas. Tur Iron Maiden untuk kawasan eropa akan dimulai di Frankfurt, Jerman pada tanggal 28 Mei.

Tur iron maiden yang bertajuk Iron Maiden's Final Frontier Tour memantik kontrofersi diantara para anggota fans, dikarenakan style shows yang berbeda. Shows yang berlangsung selama tahun 2010 berintikan material dari 3 album terakhir Iron Maiden, lagu-lagu wajib seperti Run To The Hills, The Trooper dan Can I Play With Madness. Bassist sekaligus salah satu pendiri band Steve Harris baru-baru ini menyatakan bahwa tur 2011 akan lebih berisikan lagu-lagu klasik khas Iron Maiden.
Sebagaimana tur 2008 Somewhere Back Int Time World Tour, Bruce Dickinson yang memimpin sendiri Iron Maiden, kru, peralatan, bahkan jet pribadi yang dibawa serta.

Ada beberapa spekulasi yang berkembang soal title dari tur ini "The FInal Frontier" seakan mengesankan bahwa ini adalah yang terakhir dari Iron Maiden. Seperti yang diketahui, Iron Maiden menolak untuk berkomentar soal spekulasi tersebut.(kad/ugc)